Minggu, 01 Agustus 2010

Taklukkan Tantangan di Kampus..

Serba mandiri
Kalaudulu pelajaran di sekolah sudah diatur bagian tata usaha, seorangmahasiswa dituntut lebih mandiri. Kita sendiri, tuh, yang memilihmata kuliah pada tiap semester sesuai kemampuan.
Biasanya,sih, beberapa kampus punya 'paket' mata kuliah dasar yang wajibdiambil pada semester awal. Tapi untuk selanjutnya, ya, kita kudumulai cerdas mengombinasikan SKS dari daftar mata kuliah agar bisajadi sarjana tepat waktu.
Terbawa arus
Mentang-mentangsudah diberi kepercayaan lebih oleh ortu, kita malah salah'membacanya'. Dengan jadwal kuliah yang bolong-bolong (baca: hari inimasuk, besok libur), kita mau saja sering diajak cabut dari kampusoleh teman-teman--kan, ortu nggak bakal mengeceknya.
Padahal...ada juga, tuh, dosen yang memberi nilai berdasarkan absensikehadiran. Belum lagi adanya kuis dadakan saat kita bolos kuliah yangternyata memengaruhi nilai kelulusan. Duh...banyak nggak enaknya,deh, kalau keinginan jelek diikutin!
Nggak manja
Ngakunya,sih, sudah gede. Masa begitu ada masalah masih juga berpaling ke ortuuntuk menyelesaikannya? Nggak asyik, ah! Justru sekarang saatnyamenunjukkan kepada ortu bahwa kita memang sudah cukup dewasa dan bisamempertanggungjawabkan kelakuan pribadi.
Contohnya,meski memegang kartu kredit tambahan dari ortu, bukan berarti kitabisa seenaknya memuaskan hasrat belanja. Kalau sudah melebihi limit,ya, mau nggak mau belajar menahan diri saat melihat sepatu lucu. Ataucari part-time job biar nggak merasa bersalah kalau membelanjakannya......

Tips Menghemat BBm Untuk Anak Campus

Sebagai anak kuliahan, mengeluarkan uang bensin tentu terasa memberatkan. Apalagi, jika kendaraan yang kita gunakan ternyata boros bensin. Nah, kali ini ada beberapa tips yang sekiranya dapat mengirit BBM kendaraan kita.

1. Periksalah kendaraan Agan.
Jika ada yang mulai terasa tidak nyaman, lebih baik segera diperbaiki. Cobalah sendiri dahulu, kalau sudah tidak bisa, bawa ke bengkel. Jangan tunggu hingga rusak parah untuk dibawa ke bengkel. Kalau sudah rusak parah, akan mempengaruhi kinerja mesin dan jadi boros bensin.

2. Buat anggaran untuk BBM.
Kita harus membuat jatah anggaran khusus untuk bensin. Jika sudah mulai over budget berarti acara keliling-keliling mulai dikurangi.

3. Gunakan kendaraan hanya dari rumah ke kampus dan sebaliknya. Jika ada keperluan mendadak untuk keluar dan jaraknya dekat, coba cari tumpangan, atau naik kendaraan umum.

4. Cari teman yang mau ikut kendaraan kita, kemudian tarik biaya. Semakin banyak yang nebeng, semakin bagus. Biaya tumpangan tersebut, dapat menambah anggaran bensin kendaraan kita.

5. Supaya lebih hemat lagi, gunakan kendaraan umum atau cari tumpangan untuk ke kampus. Dengan begitu, anggaran untuk bensin, bisa kita gunakan untuk makan atau untuk ditabung.

Tips ini berlaku bagi mereka yang ingin menghemat uang bensin. Selain hemat bensin, mengurangi penggunaan kendaraan dapat membantu mengurangi global warming.........

SELAMAT MENCOBA KAWAN............

kebenaran dan cita-cita

Add caption
Dalam sebuah percaturan perpolitikan kampus, setiap “elemen” hampir pasti mempunyai keinginan kuat mampu menancapkan cengkraman “kuku-kukunya”, baik itu melewati lembaga internal kampus ataupun melewati pengkaderan “oposisi”. Tak terkecuali dalam hal ini adalah Komunitas Islami dengan jenggot tipis menghiasi janggutnya, dan “Jidah Ireng” tak mau kalah menjadi simbol komunitasnya. Begitu pula dengan kaum hawanya, jilbab lebar dengan potongan blues yang tak mau ketinggalan “mode” seakan menjadi simbol bagi Komunitas tersebut.
Dengan segenap idealisme yang tinggi berusaha mewujudkan Masyarakat Madani* yang dalam bahasa keseharian Masyarakat yang penuh dengan nilai-nilai keislaman (versi siapa?).
Ketika kondisi kader akhwat mengalami lonjakan yang sangat signifikan baik dari segi kualitas dan kuantitas, tetapi tidak diikuti jumlah kader ikhwan, maka mau tidak-mau akan terjadi ketimpangan dalam usaha menancapkan “hegemoni”nya.
Dalam sebuah pemilihan calon ketua sebuah Himpunan Mahasiswa, (tentunya melalui pemungutan suara), lantaran tidak adanya calon ikhwan yang mempunyai kapabilitas siap menerima tampuk kekuasaan, maka majulah seorang akhwat mencalonkan dirinya. Entah lantaran semangat dari dalam diri yang begitu membara, atau karena memang sudah di “proyeksikan” untuk menduduki jabatan tersebut.
Si akhwat (yang notebene dari komunitas ane-antum) bertarung habis-habisan dalam pemilihan tersebut dengan seorang calon laki-laki dari Komunitas “Lo-Gue”. Dalam akhir acara dimenangkan oleh Akhwat Super, tentunya dengan dukungan dari grass root nya.
Pada suatu ketika seorang akhi, dengan nada kalah keras dari si akhwat bergumam “Ini orang katanya mau memperjuangkan syariat hingga terbentuk masyarakat madani*, tapi kok Akhwat (baca : Perempuan) jadi pemimpin di sebuah organisasi yang anggotanya tidak hanya berasal dari kaumnya saja yach, lagian setahuku zaman Para Shahabat dan Ulama-Ulama Sholih lagi terpercaya tidak ada  yang menyerukan untuk beramai-ramai memilih calon si A atau si B untuk duduk di kursi kepemimpinan. Bahkan kebanyakan dari mereka menolak untuk diserahi jabatan. Lha Apakah dengan begitu masih layak disebut memperjuangkan syariat, padahal syariat yang ada dicampakkan begitu saja”.
Hmm, dunia sekarang memang membingungkan !.  Susah dan amat sedikit sekali orang mampu mengatakan hitam putihnya sebuah kebenaran dan cita-cita. Atau memang  seseorang telah dipaksa oleh keadaan sehingga terjerumus dalam abu-abu.
Mungkin dilain fihak, bisa jadi awalnya sebuah keterpaksaan mengambil jalan pintas (baca : abu-abu), tetapi tak selalu kondisi terpaksa akan senantiasa sama. Melihat kedudukan yang mentereng membuat manusia seakan LUPA akan kondisi terpaksanya, sehingga berusaha mencari dalih pembenaran atas apa yang diperbuatnya....

"mahasisiwa dan intelektual"


Dalam beberapa kesempatan, Mahasiswa mempunyai andil yang besar dalam menentukan arah kebijakan publik. Secara kasat mata, rezim Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun harus bertekuk lutut lantaran mahasiswa turun ke jalan. Begitu pula ketika UU BHP akan (dan telah) disahkan oleh DPR, mahasiswa pun tak kalah agresif dalam menolaknya. Kisah heroisme mahasiswa sebagai pengontrol kebijakan publik pastilah masih memiliki kisah yang cukup panjang untuk disimak.
Kiranya posisi Mahasiswa bagi kalangan masyarakat masih menjadi simbol intelektualitas muda yang diharapkan menjadi tulang punggung kehidupan masa depan. Terlebih lagi bagi kalangan Mahasiswa muslim yang dipundaknyalah risalah penegakan dienullah akan diembankan.
Pada banyak kesempatan penulis menjumpai mehasiswa yang telah kehilangan identitas intelektualitasnya. Salah satunya adalah budaya membaca dan menulis. Praktis, mahasiswa lebih berorientasi pada nilai mid semester ataupun ujian semester. Tugas menyusun makalah yang seharusnya dikerjakan dengan menggunakan telaah, hanya modal copy-paste dari teman kuliah atau dari artikel di internet tanpa telaah lebih jauh.
Terlebih lagi jika menilik kondisi mahasiswa di beberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia wabil khusus mahasiswa muslim. Berapa banyak diantara mereka yang ketika berbicara hanya asal ngomong tanpa didasari oleh rujukan yang jelas. Sehingga tak sulit menjumpai mahasiswa yang pandai ketika sambil memegang buku, ketika jauh dari buku tak ubahnya hanya sebuah parodi saja.
Begitu pula ketika dalam perbincangan dan ngerumpi keseharian sesama mahasiswa (dan sesama jurusan). Berapa banyak diantara mereka yang memperbincangkan tentang kuliah dan tugas-tugasnya. Kebanyakan pastilah akan memperbincangkan pasangan (baca : pacar), atau bagi yang masih jomblo akan memperbincangkan target operasi. Perbincangan tidak akan jauh dari cewek (bagi cowok) dan begitu pula sebaliknya. Ngerumpi masalah target penembakan memang lebh asyik dan menyenangkan daripada ngerumpi masalah kuliah yang dosennya killer, suka ngasih nilai pelit.
Memang terlalu przgmatis menjeneralisir, tetapi memang hanya sedikit mahasiswa yang membunyai konsep perubahan bagi kehidupan. Kiranya mampu dihitung dengan jari dalam satu jurusan, mahasiswa yang mempunyai konsep perubahan menjadi lebih Islami dan manusiawi dalam kehidupan.
Beberapa waktu lalu, penulis berbincang-bincang dengan seorang mahsiswa asal Jakarta yang menempuh jenjang kuliah di Semarang dan mengambil sebuah jurusan di Fakultas FISIP. Harapan awal begitu menggunung terkait idealisme sebuah komunitas dan iklim belajar yang kondusif. Tetapi ketika baru memasuki akhir semester pertama, ternyata sang mahasiswa begitu takjub mendapati realita yang sangat jauh dari persepsi awal yang ada dalam benaknya. Kondisi mahasiswa yang sangat hedonisme, jauh dari nilai-nilai Islami yang ada dalam benaknya. Harapan awal agar mampu menjadi Mahasiswa yang nyantri tinggallah harapan.
Begitu banyak tangan-tangan yang ikut ambil bagian dalam membentuk pribadi seorang mahasiswa. Akhirnya dengan sebuah asa tersisa dalam diri sanubarinya, sang mahasiswa tersebut berusaha semampunya membendung arus hedonisme dan individualime yang begitu menggurita bak cendawan di musim penghujan. Seorang diri yang mencurahkan tenaganya ibarat melawan arus yang tumbuh subur.....

Fenomena Anak Kampus

Bismillahirrohmanirrohimm...

Dunia kampus adalah dunia yang menurut sebagian orang menyebutnya sebagai wahana pembelajaran dan pendewasaan, untuk berpikir, berkarya, dan berkreatifitas. Banyak hal ditawarkan, banyak ikon disuguhkan dan disediakan tatkala memasukinya. Sesuatu yang yang baru, atau sesuatu yang mungkin tidak ketahui sebelumnya,ternyata ada di sini, ditempat ini.

Mahasiswa sebagai penghuni mayoritas, adalah kumpulan pemuda dengan segudang potensi dan kesempatan untuk melanjutkan estafet masa depan. Mereka adalah ruh baru dalam jaasad ummat. Jika mereka menyadarinya.!

Proses pembelajaran dan penempaan menubuhkan corak dan karaktristik yang beraneka ragam dalam diri mahasiswa. Setidaknya, saya bisa menyebutkan atau lebih tepatnya membagi menjadi tiga kelompok mahasiswa berdasarkan karaktristik serta tabiat kesehariaanya masing-masing.

Kelompok pertama yakni mereka yang saya sebut sebagai komunitas mahasiswa KUPU-KUPU (KUiahPUlang-KUliahPUlang). Atau yang lebih familiar di kenal dengan mahasiswa ‘studi oriented’. Targetnya adalah bagaimana mengumpulakan ilmu dan sebaik-baiknya nilai dari bangku perkuliahan. Seolah hanya dengan itu, ia mampu mejadi orang yam dewasa dan mendapat predikat sebagai pembelajar sejati.

Berlawanan dengan kelompok pertama, kelompok kedua adalah mereka yang ingin berproses menjadi dewasa dan berprestasi dengan meninggalkan sisi natural sebagai seorang mahasiswa, akademik. Ya, mereka adalah mahasiswa KURA-KURA (KUliahRApat-KUliahRApat), yang bagi mereka pengembangan bakat berorganisasi lebih penting dalam menunjang dunia pasca kampus dan karir, dibanding hanya sekedar berkutat dengan bangku perkuliahan atau perpustakaan. Memang ada benarnya, tapi ada juga cacatnya. Meskipun, tak jarang pula mahasiswa berprestasi yang dihaslkan dari lumbung organisasi. Tapi, ini tak cukup menjadikan mereka sebagai pembelajar sejati, jika hanya menjadikan duniawi sebagai bekal utama.

Kelompok ketiga, mereka yang memahami dunia kampus hanyalah dunia persiapan untuk menghadapi dunia luar yang lebih nyata. Pemahaman ini mereka letakkan dalam keseimbanagan dzikir dan fikir. Mereka memahami tugas lahir mereka sebagai seorang mahasiswa, tetapi mereka tidak berusaha untuk menyampingkan atau melalaikan amanah mereka sebagai seorang muslim. Mahasiswa KUDA-KUDA (KUliahDAkwah-KUliahDAkwah) sebutan bagi mereka. Bagi mereka, dimanapun tempatnya, apapun aktifitasnya, da’i adalah gelar mereka yang pertama. Nahnu Du’at Qobla Kulli Syaiin. Jika dia mahasiswa, maka ia adalah da’i yang berprofesi sebagai mahasiswa. Bukan mahasiswa yang bekerja menjadi da’i. Kuliah adalah tugasnya, organisasi adalah tempat kerjanya, tapi dakwah tetap amanah utamanya. Kelompok pertama dan kedua sering termasuk bagian dari kelompok ini. Tapi, kelompok ini belum tentu ditemukan pada kategori pertama ataupun kedua.....